Peristiwa Berdarah di Tanah Air


detiknews.comJakarta - Terjadinya bentrokan berdarah di Mesuji, Bima dan di tempat-tempat lain secara beruntun antara polisi sebagai aparat keamanan dengan rakyat adalah suatu keanehan dalam wujud penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Jika ini tidak dapat diselesaikan secara tuntas, bukan tidak mungkin, nasib bangsa ini di masa depan akan terancam.

Uniknya peristiwa-tiwa itu terjadi karena polisi mendapat tugas untuk melindungi upaya penyerobotan tanah-tanah rakyat oleh pihak investor. Rakyat yang mempertahankan tanahnya melakukan perlawanan dengan kekerasan, karena merasa tidak ada tempat untuk mengadu. Sementara para investor memperoleh hak pengolahan lahan dari pemerintah yang sah yang dipilih oleh rakyat. Inilah yang sedang terjadi dibanyak tempat di negeri ini. Beginilah realisasi demokrasi yang sedang berlangsung di tingkat bawah.

Kalau pembantaian rakyat seperti itu terjadi secara terus-menerus, tanpa ada penyelesaiannya, bukan tidak mungkin nasib bangsa ini di masa depan secara berangsur akan menjadi seperti nasib bangsa Indian di Amerika Serikat. Tanah-tanah mereka dirampas secara paksa dan mereka disingkirkan. Pendatang-pendatang dari Eropa menguasai tanah-tanah mereka dan menjadi kaya.Sejarah hancurnya bangsa Indian adalah sejarah panjang yang berlangsung dalam waktu yang relatif sangat cepat. Pembantaiannya dapat berlangsung secara absah karena dipandang penting untuk melindungi hak para investor dari para pengacau keamanan. Pembantaian itu berlangsung begitu seru, sehingga melahirkan para pahlawan-pahlawan Amerika periode pertama dari kalangan mereka yang pintar berkuda dan jago tembak dalam membasmi orang-orang Indian, para pemilik tanah turun temurun, tetapi tidak mempunyai sertifikat yang sah dari pemerintah Amerika yang mewakili aspirasi para penyerobot tanah.

Jika ini yang akan terjadi, negeri ini akan maju di masa depan seperti Negara Amerika Serikat pada waktu sekarang. Tetapi yang maju dan kaya itu bukanlah anak cucu orang-orang Indonesia yang sekarang, tetapi anak cucu dari kalangan mereka yang datang berinvestasi di negeri ini.

Keadaan yang berlainan agaknya terjadi di Arab Saudi. Investor yang datang Arab Saudi diterima secara baik, tetapi investasinya atas nama rakyat Arab. Tanah-tanah yang akan dipakai dinilai dengan nilai masa depan atas dasar usaha yanga akan dilakukan. Bukan nilai sekarang, ketika tanah-tanah itu masih mentah belum berkembang.

Kalau tanah itu tidak dijual, pemilik tanah diberi hak sebagai pemegang saham dari usaha itu. Singkatnya, rakyat selalu diuntungkan, bukan dirugikan demi kepentingan investor.
Saya yakin, kalau tanah rakyat yang akan diambil dihargai dengan nilai masa depan setelah usaha berkembang, tidak ada rakyat yang akan menolak untuk memberikan tanahnya. Apalagi kalau tanah mereka dinilai dengan nilai tersebut dan dikonversikan sebagai saham dari perusahaan yang akan beroperasi itu.

Percayalah, rakyat Indonesia tidak akan sulit melepaskan tanahnya, jika itu dapat menjamin kehidupan yang lebih baik di masa depan. Sebaliknya akan menolak dan melawan terhadap setiap pemaksaan atau perampasan atas miliknya. Sikap dan semangat perlawanan itulah yang dahulu telah melandasi perjuangan bangsa ini menentang penjajahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar