‘Ika’ Harus Memperhatikan yang ‘Bhineka’


‘Ika’ Harus Memperhatikan yang ‘Bhineka’

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia adalah bangsa yang sangat beragam secara bahasa, budaya, agama, suku, dan etnik. Sebelum Indonesia merdeka, sejak dulu nenek moyang bangsa ini telah meletakkan fondasi identitas keetnikan yang beragam.
Keetnikan ini terlihat dalam berbagai menu makanan lokal yang berbeda setiap daerah, cara berpakaian, bahasa, tradisi, dan filosofi di masyarakat. Namun setelah Indonesia merdeka, semua identitas keetnikan tersebut dilebur menjadi satu kesatuan, tapi tanpa melepaskan identitas kedaerahannya. 
Hal itu dikatakan Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam orasi budaya berjudul 'Menyemai Kebhinekaan Indonesia' di Jakarta, Sabtu (21/1).
"Budaya itu perlu dijaga. Ika, yang pemersatunya harus memperhatikan yang bhineka," kata Sri Sultan. 
Identitas keetnikan ini, menurutnya, masih bisa dipakai di zaman sekarang. Beberapa hal, memang perlu untuk diberikan roh dan sentuhan baru agar sesuai.
Dengan meleburkan semua etnis yang ada menjadi satu kesatuan rakyat Indonesia, tak berarti identitas kedaerah seperti ini harus dihilangkan. 
Dalam melaksanakan peradaban sesuai pancasila misalnya. Menurutnya, dari sudut pandang obyektif, pancasila adalah menjadi sumber hukum yang paling kuat.
Dalam pandangan subyektif, di dalam pancasila itu terkandung makna untuk menghargai orang lain, dan tidak boleh ada yang mendominasi. Menurutnya, mayoritas dan minoritas mempunyai hak yang sama untuk memberikan kontribusi pada negara. “Jadi yang mayoritas tak seharusnya mengatakan yang bhineka-bhineka ini salah,” ujarnya.
Ia pun memberikan contoh yang nyata, yaitu masalah yang biasanya sensitif dalam perbedaan, yaitu agama. Sebagai rakyat Indonesia yang menghargai minoritas, menurutnya tak perlu membedakan sesama rakyat yang tidak seagama. “Semua agama punya hak yang sama, makanya sangat salah jika mereka saling menindas” ujarnya.
Identitas lokal, yang positif perlu dikembangkan karena menurut ‘ngarso dalem’, ini adalah harga diri kita. Namun, dalam hidup berdampingan dengan orang yang mempunyai identitas yang berbeda, seharusnya jangan ada gesekan kasar yang saling merugikan. 
Tak boleh lagi ada mayoritas menindas minoritas. Saat semua etnik ini mempunyai hak yang sama, mereka seharusnya melebur menjadi satu ‘ika’, dan mempunyai kekuatan bersama saling melindungi jika ada yang menganggu ‘bhinneka-bhineka’ yang lebih kecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar